Loh kok bisa jadi tukang ngulas film?

Anandi Justika I.
3 min readFeb 9, 2018

--

Saya sebenarnya bingung ingin menulis judulnya, lebih baik saya tulis dulu ceritanya.

Yap, kali ini saya akan bercerita bagaimana awalnya saya menyukai film dan berminat untuk mengulas film-film tersebut menjadi sebuah tulisan.

Awalnya, saya waktu di bangku Sekolah Menegah Pertama cukup terbilang riweuh namun hanya suka diam dirumah dan menonton anime. Ya, miris sekali. Sangat. Kemudian, saya sesekali mengajak teman saya untuk nonton ke bioskop waktu itu, kalau tidak salah sekitar tahun 2012 mungkin? Waktu itu saya nonton film Silent Hill, dan notabene nya saya adalah orang yang penakut. Namun mulai saat itu saya merasakan atmosfir yang cukup berbeda saat nonton film di bioskop di banding anime.

Memasuki tahun 2013, merupakan tahun-tahunnya film horror. Saya selalu di ajak sahabat saya untuk nonton film horror, dan sangat lucu saat menonton film horror. Dia menutup telinga namun melihat film, saya menutup muka dan tetap mendengar audio dari film tersebut.

Yap, yah itu masih sebagian ya.

Sebenarnya masih panjang, saya lanjutin deh.

2014 dan 2015 tidak jauh berbeda namun genre film yang saya tonton mulai saya perhatikan, saya mulai bisa membandingkan sutradara ini dan itu. Ya, seperti menganalisis sebuah film namun saya lebih senang dari sisi cerita dan saya menulis ulasan tersebut di akun sosial media saya (saat itu saya menggunakan Facebook).

Namun, karena belum terlalu pandai menulis sebuah ulasan, saya malah menulis spoiler film itu dan beberapa teman saya memperingati saya agar tidak melakukan hal itu lagi. Yap, saya terus mengevaluasi segala sesuatu yang berhubungan dengan tulisan saya. Entah itu review film ataupun cerpen saya.

Tahun memasuki 2016, saya semakin mantap untuk rajin menulis ulasan film namun lagi-lagi saya terkendala keuangan. Mengapa? Untuk menarik minat/perhatian orang, ulasan film terbaru lebih terbilang fresh dan banyak pembacanya. Tapi, saya tidak patah semangat dan terus menulis. Sebisa mungkin saya harus mengulas film-film terbaru. Biasanya tulisan saya dibeli oleh beberapa orang untuk di publikasikan. Saya tidak pernah keberatan, dan itu menjadi keuntungan tersendiri bagi saya. Hal ini terjadi terus-menerus hingga 2017.

2017 adalah tahun penuh haru dan bahagia menurut saya. Akhirnya saya kerja dan memiliki penghasilan sendiri, selain itu saya membuka blog resmi di Medium yang berisi ulasan-ulasan film terkini dari tangan dan kepala saya sendiri. Semua ini patut saya syukuri dan saya semakin termotivasi untuk terus menulis dan menonton film.

Di pertengahan 2017, saya menjadi seorang freelance writer. Alhamdulillah, beberapa orang mempercayai saya untuk membantu mereka. Di umur ke-19 tahun, saya resmi menjadi editor, yah bukan editor besar. Saya biasa saja. Hanya menjadi editor kecil-kecilan.

Alhamdulillah hingga saat ini saya mampu mengerjakan semuanya mulai dari kuliah, kerja, dan freelance. Saya tidak pernah mengeluh sama sekali tentang kerja dan freelance, karena itu semua saya yang ingin! Dan saya bangga saat 8 Februari 2018 kemarin saya masuk di Koran Kaltim Post Halaman Zetizen, berbicara tentang film. Semua orang terdekat saya mengucapkan selamat dan terus mendukung saya untuk berkarya lewat tulis menulis.

Dan yang tak kalah pentingnya, saya bersyukur orang yang saya sayangi terus mendukung saya untuk menulis. Saya sangat bersyukur loh bisa kenal kamu, hehe.

Hingga saat ini, sudah ratusan judul film yang saya tonton, sampai saya lupa apa saja judulnya. Tetapi yang paling penting saat mengulas sebuah film adalah bersikap netral. Mengapa? Karena sebuah tulisan yang clickbait mampu membuat seseorang terpancing, dan alangkah baiknya jika sebagai pengulas film (bahasa apa ini), kita bersikap netral. Bila kurang baik, katakan dengan jelas dan berikan saran. Jangan pernah menjatuhkan sebuah film, karena itu adalah karya seseorang yang ia kerjakan sepenuh hatinya.

Bukan berarti diseluruh tulisan ini saya bersifat suci, tidak.

Saya dulu juga pernah menjelek-jelekkan sebuah film hanya karena cerita dan pengambilan gambarnya yang buruk. Tapi itu semua menjadi pelajaran yang berharga bagi saya. Saya akan terus mengulas film hingga ke akar-akarnya.

Baiklah, karena kepanjangan jadinya itu saja.

Terima kasih, terus dukung saya ya!

--

--

Anandi Justika I.
Anandi Justika I.

Written by Anandi Justika I.

movie reviewers. freelance-writer. public-opinion. geekygurl. — 17/2/17 e-mail: ajustika30@gmail.com

No responses yet