Review: Black Panther

Anandi Justika I.
4 min readFeb 19, 2018

--

Sebelumnya saya pernah menulis bahwa saya akan kembali mengulas film.

Film superhero dari Marvel Studios ini menarik banyak peminat kritikus film mulai dari debutnya di Captain America: Civil War. Yap, ia adalah Black Panther yang diperankan oleh Chadwick Boseman. Black Panther ialah superhero asal Wakanda yang merupakan negara fiksi di Afrika.

Setting yang digunakan pada film ini adalah pasca Civil War. Tepat setelah King T’Chaka meninggal, T’Challa memegang takhta King of Wakanda sekaligus Black Panther. Namun, mengapa Black Panther banyak mendapat respon positif dari kritikus film? Mari kita ulas.

Pertama, saya akan membahas tentang Wakanda. Pada film, Wakanda di gambarkan sebagai negara yang mempunyai kemajuan teknologi sangat signifikan dan merupakan rumah dari bahan SHIELD Captain America yaitu Vibranium. Tetapi yang cukup membuat saya kagum adalah kecintaan mereka terhadap budayanya masih kental terasa. Jadi, perpaduan antara teknologi maupun budaya di film ini terkombinasi dengan baik.

Family feeling di film Black Panther sangat terasa. Baik antara Ramonda (Ibu T’Challa dan Shuri) kepada anak-anaknya, T’Chaka kepada adiknya yaitu N’Jobu serta T’Challa dengan Erik Killmonger. Saya tidak bisa menjelaskannya disini, karena bisa menjadi spoiler. Namun secara garis besarnya, family feeling di film ini cukup menyentuh antara satu scene dengan scene flashback. Tak heran karena Ryan Coogler selaku sutradara memang mampu menghadirkan hal-hal menyentuh seperti demikian.

Untuk keseluruhan cerita, saya tidak terganggu dengan scene flashback yang dihadirkan. Terlebih malah menambah nilai cerita, alurnya pun terasa halus dan tidak terburu-buru. Setiap karakter mendapatkan porsi ceritanya masing-masing. T’Challa dan Erik lah yang menjadi fokus utama untuk porsi cerita dengan di dukung oleh karakter lain seperti Ulysses Klaue, Shuri, dan Nakia.

Pendalaman karakter untuk T’Challa dan Erik Killmonger patut diberi applause. Mengapa? Pasca Civil War tentu saja berat bagi T’Challa untuk menjadi seorang Raja dan Black Panther, namun ia mampu menjadi raja yang bijak dan terbuka kepada orang yang ia percayai, yaitu Nakia. Kemudian, untuk Erik Killmonger, saya tidak tahu harus menulis apa. Michael B. Jordan melakukannya dengan sangat-sangat baik. Ia mampu menyampaikan apa yang dirasakan dan yang harus dilakukan oleh Erik Killmonger, prinsip hidupnya serta ia yang merasakan sakit sebelum ia ke Wakanda membuatnya cukup berambisi untuk membalas dendam atas rasa sakit yang ia rasakan.

Ambisi Erik untuk mengambil takhta T’Challa bagi saya pribadi cukup beralasan dan jelas, ia pun sudah terlatih sebagai pasukan militer ataupun sejenisnya seperti yang dijelaskan oleh Everett Ross. Hal yang bikin saya merasa “wah ini!” adalah saat Erik ditanya siapa ia sebenarnya membuat saya campur aduk tapi saat itu juga saya memperhatikan mimik muka dari Michael B. Jordan. Ia menyampaikan kata demi kata dengan lantang dan yakin.

“I’m N’Jadaka, son of Prince N’Jobu”. Well, totally speechless.

Kemudian, setelah saya menonton film Black Panther. Saya diberi pertanyaan oleh teman saya yang bunyinya kurang lebih demikian,

“Tik, kan villain terkenal sekarang ada Hela, Loki, sama Erik Killmonger? Siapa favoritmu? Diluar dia cantik ataupun ganteng”.

Maka, saya dengan yakin menjawab, Erik Killmonger. Mengapa? Erik digambarkan dengan sosok yang sangat ambisius namun tetap easy going. Terlihat lewat kata-kata yang ia lontarkan seperti “Hello, Princess”, “Hey, wassup!”. Penggambaran sosok villain di diri Erik Killmonger terbentuk karena lingkungan tempat tinggalnya di Amerika yang terbilang cukup keras sehingga membentuk pribadi Erik yang demikian. Sehingga ia perlu mengambil takhta T’Challa agar orang diluar sana yang seperti ia tidak perlu merasakan diskriminasi.

Ironisnya villain seperti Ulysses Klaue yang saya pikir tidak terkalahkan justru berakhir tragis. Yap, tidak akan saya ceritakan. Untuk karakter pendukung lainnya mendapatkan porsi cerita sesuai dengan basednya masing-masing sehingga tidak ada satu karakter yang mendapatkan cerita lebih dan karakter lainnya tidak.

Beralih ke hal selanjutnya, untuk pergerakan kamera di film Black Panther bisa dikatakan memuaskan mata. Terutama saat scene Erik Killmonger menuju thronenya. It’s totally awesome, dude!. Kameranya berputar dengan halus, tidak terasa kasar. Visual dari film ini yah cukup, karena memang Wakanda bukanlah tempat nyata maka diperlukan CGI sebagai pendukung film tersebut. CGI di sepanjang film Black Panther tidaklah berlebihan, saya rasa cukup ala kadarnya. Hal yang perlu di eksplor lebih jauh sebenarnya adalah tentang Erik Killmonger. Namun karena film ini tentang T’Challa pasca Civil War, maka ini sepadan. Audionya manjain telinga banget! Pemilihan soundtracknya ngepas. Kendrick Lamar memang mampu menyesuaikan tone lagu dengan film Black Panther.

Alih-alih setiap film ada kekurangan dan kelebihannya, saya dengan seluruh ulasan semampu mata dan kepala serta jari yang mengetik memberi nilai 8.8/10 untuk film Black Panther.

--

--

Anandi Justika I.
Anandi Justika I.

Written by Anandi Justika I.

movie reviewers. freelance-writer. public-opinion. geekygurl. — 17/2/17 e-mail: ajustika30@gmail.com

No responses yet