ULASAN FILM STUBER
“It’s a baby gun. It allows you (Stu) to fire it while crying”- Vic
Menawarkan konsep komedi yang dipadukan dengan aksi laga yang sederhana, Stuber hadir di layar bioskop Indonesia pada bulan Juli lalu. Meskipun tidak banyak yang tertarik dengan film ini, bisa saya katakan bahwa dengan adanya Iko Uwais dalam film Stuber juga mendongkrak nama Indonesia dalam kancah perfilman dunia. Bagaimana tidak, Iko Uwais langsung beradu peran bersama Kumail Nanjiani dan Dave Bautista yang memang nama keduanya sudah besar di Hollywood sana.
Bila kita berbicara tentang cerita, maka saya cukup mengagumi cara Michael Dowse menggarap naskah ke dalam bentuk visualisasi yang sederhana tetapi masih nyaman untuk ditonton. Perpaduan antara drama-komedi dan laga pun tersusun dengan baik pada film ini. Jika anda memiliki ekspetasi film ini selayaknya Mile 22 yang dimainkan Iko Uwais juga, maka pahamilah. Stuber menyajikan cerita sederhana yang beberapa orang alami di kehidupan sehari-hari.
Performa Kumail Nanjiani yang berperan sebagai seorang supir Uber yang bernama Stu pastinya memberi warna dalam cerita, begitu pula seorang polisi dengan nama Vic yang diperankan oleh Dave Bautista. Keduanya saling mengisi kekurangan satu sama lain, Stu dengan kepribadian yang polos, smiling 24/7, caring, namun terkadang labil dengan keputusan yang akan diambilnya. Maka, Vic adalah seseorang yang berkepribadian misterius, jarang meluangkan waktu untuk anaknya karena terobsesi akan kasus Tedjo.
Dilansir dari hasil interview Michael Dowse, ia sendiri sangat memuji performa Iko dan bangga bisa bekerjasama dengan Iko. Selain itu juga, pada interview yang berbeda, Iko menjelaskan bahwa ia dan teamnya langsung yang membuat koreografi pada tiap laga di film itu. Baik untuk karakter Tedjo yang diperankan oleh Iko, maupun pemeran lain.
Alur cerita yang tidak berbelit saat diikuti, membuat saya merasa film ini cukup entertaining untuk disaksikan oleh anak muda maupun orang dewasa. Tidak dapat dipungkiri, Kumail Nanjiani pada film ini sangat mencuri perhatian karena segala tingkah laku dan tindakannya. Saya pun merasa, drama mengenai keluarga dalam Stuber ini sendiri pun dikemas dengan cukup baik oleh Michael Dowse sehingga pada akhir cerita terasa melegakan namun tetap menghibur.
Bukan berarti film ini tanpa kekurangan. Tentu saja ada, salah satunya pada pengembangan karakter Vic serta sosok villain yakni Tedjo terasa motifnya hanya datar, tidak berwarna. Saya merasa sedikit kurang empati pada awalnya, meski pada akhirnya saya akui, performa Dave Bautista yang serius dipadukan dengan Kumail Nanjiani yang funny bukan berarti bertolak belakang, melainkan menarik sekali. Begitupun Iko Uwais yang sudah berusaha dengan penuh untuk tampil dengan baik sebagai villain pada film ini, sayang saja climax conflict nya tidak terasa. Selain itu, hadirnya cameo pada film Stuber ini sendiri pun mengisi beberapa porsi yang kosong pada cerita sehingga saya memberikan angka 6.8/10 untuk film satu ini.
Bila anda ingin menyaksikan film ini bersama keluarga, maka itu adalah keputusan yang baik. Karena film ini akan memicu gelak tawa anda saat melihat segala tingkah laku maupun tindakan Kumail Nanjiani yang memerankan karakter Stu.
© — 2019 Anandi Justika I.