Tom Hardy sebagai Eddie Brock pada Venom (2018)

ULASAN FILM VENOM

Anandi Justika I.
2 min readOct 3, 2018

--

“Look around at the world. What do you see? A planet on the brink of collapse. Human beings are disposable. But man and symbiote combined, this is a new race, a new species… a higher lifeform.”- Dr. Carlton Drake.

Menceritakan sosok Eddie Brock yang bekerja sebagai jurnalis yang ditugaskan untuk melakukan wawancara ke Carlton Drake. Secara garis besar, film ini menggambarkan bagaimana Eddie bisa menyatu dengan Venom, seperti yang terlihat dalam trailer juga, villain dari si villain SpiderMan ini yaitu Riot. Kedua symbiote ini memiliki kelemahan utama yakni dentuman suara dari 4000 hingga 6000 Hz. Namun, Riot tampil lebih unggul dari Venom dari segi kekuatan.

Tentunya, ace dari film ini bukan Riot. Venom pun hadir dengan pembentukan karakter yang perlahan dan semakin baik. Bertolak belakang dengan pendapat awal saya yang beranggapan bahwa film ini membosankan. Sejujurnya tidak seburuk itu, meskipun sempat merasa bosan pada permulaan cerita, semakin ke belakang, pondasi ceritanya semakin kokoh dan memberikan klimaks cerita yang baik.

Terlepas dari segala hal, kali ini akan membahas sosok Eddie Brock yang menyatu dengan symbiote Venom. Penyatuan dan adaptasi dari Venom didalam diri Eddie tergambarkan dengan bagus, selain itu Tom Hardy patut diberikan apresiasi dalam memerankan sosok Eddie yang dalam perspektif saya cukup sulit untuk mendalami karakter Venom.

Michelle Williams sebagai Annie Weying dan Tom Hardy sebagai Eddie Brock pada Venom (2018)

Cerita sudah, Eddie maupun Venom sudah, tak lain hal yang harus dibahas adalah warna film dan style dari sutradara film Venom kali ini. Saya mengapresiasi Ruben Fleischer yang telah memberikan warna film yang selama ini saya cari-cari. Pada trailer, warna filmnya terlihat biasa saja. Tetapi, saat menonton film ini langsung di bioskop, maka atmosfir nya akan berbeda dari yang kita rasakan saat menonton trailer nya.

Style dari Ruben Fleischer, sang sutradara mampu menghadirkan gambar yang tidak membuat mata sakit, terutama saat Eddie dan Carlton (hampir) terpisah dari symbiote mereka (seperti di trailer juga), pergerakan gambarnya sangat halus dan memanjakan mata.

Di sisi lain, bercerita tentang jokes di film Venom ditempatkan dengan baik dan tidak merusak keberlangsungan cerita sepanjang film. Juga, seperti film-film Marvel lainnya, Venom pun menghadirkan dua credits yang patut ditunggu. Hal terpenting yang anda cari-cari kemungkinan ada di first credits, lho.

Jangan lupa, untuk tidak melakukan pengambilan gambar saat film berlangsung atau pada credits. Dengan tindakan seperti inilah kita menghargai ratusan orang yang bekerja untuk film ini. Peringatan ini tidak hanya untuk film luar saja, tetapi semua film.

Berdasarkan penilaian pribadi saya, Venom pantas mendapatkan nilai 7.8/10 dari segi cerita, warna film, sutradara dan banyak hal.

Senang sekali bisa kembali menulis untuk anda sekalian!

--

--

Anandi Justika I.
Anandi Justika I.

Written by Anandi Justika I.

movie reviewers. freelance-writer. public-opinion. geekygurl. — 17/2/17 e-mail: ajustika30@gmail.com

No responses yet